Sabtu, 09 Maret 2013




ESTER
Ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus organik (biasa dilambangkan dengan R'). Asam oksigen adalah suatu asam yang molekulnya memiliki gugus -OH yang hidrogennya (H) dapat menjadi ion H+.
SIFAT KIMIA
Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
Reaksi pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R’OH (dimana R dan R’ bisa sama atau berbda) adalah sebagai berikut:


Jadi, misalnya, jika anda membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka persamaan reaksinya akan menjadi:


Melangsungkan reaksi
Dalam skala tabung uji
Asam karboksilat dan alkohol sering dipanaskan bersama disertai dengan beberapa tetes asam sulfat pekat untuk mengamati bau ester yang terbentuk.
Untuk melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam karboksilat, alkohol dan asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di sebuah tabung uji yang berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa menit.
Karena reaksi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang terbentuk tidak banyak. Bau khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau asam karboksilat. Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan menaburkan campuran reaksi ke dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil.
Terkecuali ester-ester yang sangat kecil, semua ester cukup tidak larut dalam air dan cenderung membentuk sebuah lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol yang berlebih akan larut dan terpisah di bawah lapisan ester.
Ester-ester kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana memiliki bau yang mirip dengan pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah pelarut yang umum misalnya pada lem).
Semakin besar ester, maka aromanya cenderung lebih ke arah perasa buah buatan – misalnya “buah pir”.

SIFAT FISIK DAN KEGUNAANNYA
Ester yang memiliki 3 sampai 5 atom karbon dapat larut dalam air dan selebihnya tidak larut dalam air. Ester merupakan kelompok senyawa organik yang memiliki aroma yang wangi seperti bunga dan buah sehingga banyak digunakan sebagai pengharum (essence), sarirasa dalam industri makanan dan minuman. Ester yang digunakan biasanya yang berwujud cair pada suhu dan kamar.
Titik leleh dan titik didih ester lebih rendah dibanding asam karboksilat dan alkohol asamnya. Hal ini disebabkan dalam ester tidak terbentuk ikatan hidrogen antarmolekulnya sedangkan pada alkohol dan asam karboksilat terjadi ikatan hidrogen antarmolekulnya. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan titik leleh dan titik didih alkohol asalnya lebih tinggi.
Kelompok ester yang memiliki aroma buah disajikan pada tabel berikut ini, (dikutib dari wikipedia.org).



REAKSI-REAKSI ESTER
a. Reaksi hidrolisis
Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan alkohol, namun bila reaksi hidrolisis dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh garam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis ester dengan basa dise4but reaksi Penyabunan (Saponifikasi).

b. Reaksi dengan Amonia
Produk reaksi antara ester dengan amonia adalah suatu amida dan suatu alkohol. Contoh : reaksi antara etil asetat dengan amonia menghasilkan asetamida dan etanol.
CH3COOC2H5 + NH3 → CH3CONH2 + C2H5OH

c. Transesterifikasi
Jika suatu ester direaksikan dengan suatu alkohol maka akan diperoleh ester baru dan alkohol baru. Reaksi ini disebut reaksi transesterifikasi yang dapat berlangsung dalam suasana asam dan basa mengikuti pola umum berikut ini.
RCOOR1 + R”OH ↔ RCOOR” + R1OH
Reaksi diatas disebut transesterifikasi karena terjadi pertukaran antara gugus alkil dalam –OR1 pada ester dengan gugus alkil dalam ikatan R”O.
Contoh reaksi antara suatu trigliserida dengan metanol.

d. Reaksi dengan pereaksi Grignard
Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai berikut
Bila keton yang diperoleh di atas direaksikan lebih lanjut dengan R’’MgX maka pada akhirnya diperoleh suatu alkohol terseir menurut persamaan reaksi berikut ini.



Pembuatan ester menggunakan asil klorida (klorida asam)
Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang dapat ditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentuk yang lebih reaktif.
Reaksi dasar
Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap.
Sebagai contoh, jika kita menambahkan etanol krlorida ke dalam etanol, maka akan terbentuk banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat.

Zat yang biasanya disebut "fenol" adalah zat yang paling sederhana dari golongan fenol. Fenol memiliki sebuah gugus -OH terikat pada sebuah cincin benzen – dan tidak ada lagi selain itu.
Reaksi antara etanoil klorida dengan fenol mirip dengan reaksi etanol walaupun tidak begitu progresif. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan gas hidrogen klorida.

Mempercepat reaksi antara fenol dengan beberapa asil klorida yang kurang reaktif
Benzoil klorida memiliki rumus molekul C6H5COCl. Gugus -COCl terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Senyawa ini jauh lebih tidak reaktif dibanding asil klorida sederhana seperti etanoil klorida.
Fenol pertama-tama diubah menjadi senyawa ionik natrium fenoksida (natrium fenat) dengan melarutkannya dalam larutan natrium hidroksida.

Ion fenoksida bereaksi lebih cepat dengan benzoil klorida dibanding fenol, tapi biarpun demikian reaksi tetap harus dikocok dengan benzoil klorida selama sekitar 15 menit. Padatan fenol benzoat terbentuk.

Pembuatan ester menggunakan anhidrida asam
Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.
Untuk fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali, yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif.
Mari kita mengambil contoh etanol yang bereaksi dengan etanoat anhidrida sebagai sebuah reaksi sederhana yang melibatkan sebuah alkohol:
Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat (atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan tidak berwarna , tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat terbentuk.

Reaksi dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan asam etanoat.

Reaksi ini tidak terlalu penting, tapi ada reaksi yang sangat mirip terlibat dalam pembuatan aspirin (dibahas secara rinci pada halaman lain).
Jika fenol pertama-tama diubah menjadi natrium fenoksida dengan menambahkan larutan natrium hidroksida, maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat lagi-lagi terbentuk, tapi kali ini produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.


Tioester merupakan ester dengan atom sulfur pada posisi atom O antara asil dan gugus alkil. Tioester merupakan bentuk paling umum asam karboksilat teraktivasi pada sel. Walaupun tioester terhidrolisis dengan kecepatan yang sama dengan ester dengan atom O, namun lebih reaktif terhadap serangan N dan C nukleofil. Oleh karena itu tioester mampu survive pada lingkungan berair sel, tanpa terhidrolisis, menunggu substrat dengan reaksi SAN.
Tiol yang digunakan pada sistem biologis pada formasi tioester adalah sebagai coenzim A. Senyawa ini ditulis “CoASH” untuk menekankan gugus tiol yang reaktif  pada bagian molekul ini. 
Tahap pertama pada konversi asam karboksilat menjadi tioester adalah mengubah asam karboksilat menjadi asil adenilatt. Asil adenilat kemudian bereaksi dengan CoASH untuk membentuk menjadi tioester. Asetil-Coa adalah tioster paling umum pada sel.
Asetilkolin, suatu ester, adalah salah satu contoh derivat asam karboksilat yang disintesis sel menggunakan asetil-Coa. Asetilkolin adalah neurotransmiter yaitu senyawa yang mentrasmit impuls syaraf melalui sinapsis antar sel syaraf.





6 komentar:

  1. Permasalahan :
    Pada kutipan artikel di atas dikatakan tioester terhidrolisis dengan kecepatan yang sama dengan ester dengan atom O, namun lebih reaktif terhadap serangan N dan C nukleofil. Oleh karena itu tioester mampu survive pada lingkungan berair sel, tanpa terhidrolisis, menunggu substrat dengan reaksi SAN.

    Jelaskan mengapa pada karbon karbonil pada tioester lebih reaktif terserang N dan C nukleofilik dibandingkan karbon karbonil ester oksigen, tioester mampu mensurvive pada lingkungan berair sel tanpa terhidrolisis dalam keadaan reaktif tersebut sedangkan pada ester oksigen terjadi reaksi hidrolisis, faktor apa yang membedakan hal tersebut terjadi, tioester hanya menunggu substrat dengan reaksi SAN untuk mampu mensurvive dalam lingkungan berair? Dapatkan anda menjelaskan reaksi mekanisme kejadian tersebut?

    BalasHapus
  2. pada literatur : Karbon karbonil pada tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibanding karbon karbonil pada ester oksigen karena adanya delokalisasi elektron yang lebih rendah ke karbonil oksigen saat Y adalah S dibanding saat Y adalah O. pada tioester sendiri sebenarnya mampu terhidrolisis dengan kecepatan yang sama seperti pada ester namun tioester pada serangan C dan N nukleofilik mampu mensurvise lingkungan berair sel tanpa terhidrolisis.

    BalasHapus
  3. berdasarkan sumber yang saya baca, Karbon karbonil pada tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibanding karbon karbonil pada ester oksigen karena adanya delokalisasi elektron yang lebih rendah ke karbonil oksigen saat Y adalah S dibanding saat Y adalah O. Delokalisasi elektron yang lebih rendah ini dikarenakan adanya overlap yang lebih rendah antara orbital 3p pada sulfur dan orbital 2p pada karbon, dibandingkan dengan sejumlah overlap antara orbital 2p oksigen dan orbital 2p karbon.
    semoga dapat membantu... :)

    BalasHapus
  4. Mengacu pada pendapat Fitria Mardiana dan Ratih Wulansari, saya akan mencoba menambahkan. Setuju dengan kedua pendapat sebelumnya dimana karbon karbonnil pada tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibanding karbon karbonil pada ester oksigen. Seperti yang kita ketahui,tioester merupakan ester dengan atom sulfur pada posisi atom O antara asil dan gugus alkil.

    Atom ester dengan no atom 16 memiliki konfigurasi elektron sebagai berikut :
    16S : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4

    Oksigen dengan nomor atom 8 memiliki konfigurasi elektron sebagai berikut :
    8O : 1s2 2s2 2p4

    Karbon dengan no atom 6 memiliki konfigurasi elektron sebagai berikut :
    6C : 1s2 2s2 2p2

    Untuk dapat menjelaskan mengapa karbon karbonil tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibanding karbon karbonil pada ester oksigen, mari kita bandingkan melalui orbitalnya.

    Pada tioester kita perhatikan orbital Sulfur dengan orbital karbon. Sulfur dengan orbital 3p4 dan Karbon dengan orbital 2p2.

    Pada ester oksigen kita bandingkan orbital Oksigen dengan karbon.
    Oksigen dengan orbital 2p4 dan karbon dengan orbital 2p2.

    Jika kita perhatikan dengan saksama, orbital Sulfur terletak di 3p4 sedangkan Oksigen di 2p2. Maka sulfur akan mengalami tumpang tindih yang lebih rendah dengan karbon pada orbital 2p2 karena Sulfur terletak pada kulit ke-3 atau kulit M sehingga semakin jauh dari inti maka energi nya juga lebih rendah sehingga karbon karbonil pada tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibandingkan dengan ester oksigen.

    Sekian analisa saya, semoga dapat membantu :)

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum Wr. Wb.
    Baiklah Saya akan berusaha menjawab pertanyaan Anda yang mengatakan, "Mengapa pada karbon karbonil pada tioester lebih reaktif terserang N dan C nukleofilik dibandingkan karbon karbonil ester oksigen, tioester mampu mensurvive pada lingkungan berair sel tanpa terhidrolisis dalam keadaan reaktif tersebut sedangkan pada ester oksigen terjadi reaksi hidrolisis?"
    Baiklah Saya akan menjawab pertanmyaan Anda yang satu ini: Dari apa yang Saya pelajari, karbon karbonil pada tioester lebih mudah terkena serangan nukleofilik dibanding karbon karbonil pada ester oksigen karena adanya delokalisasi elektron yang lebih rendah ke karbonil oksigen saat Y adalah S dibanding saat Y adalah O. Delokalisasi sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana elektron valensi tersebut tidak tetap posisinya pada 1 atom, tetapi senantiasa berpindah-pindah dari 1 atom ke atom lain. Delokalisasi elektron yang lebih rendah ini dikarenakan adanya overlap yang lebih rendah antara orbital 3p pada sulfur dan orbital 2p pada karbon, dibandingkan dengan sejumlah overlap antara orbital 2p oksigen dan orbital 2p karbon.

    Semoga apa yang Saya jelaskan dapat dimengerti dan dapat membantu Anda.

    BalasHapus
  6. assalamualaikum..
    nama: mahirullah
    nim: a1c111055
    alamat blog: mahirullah.wordpress.com
    kepada semua komentator, saya mengerti alasan kenapa ikatan S lebih mudah mengalami serangan nukleofilik N dan C tp apakah ada yang mengerti dengan yang dimaksud serangan nukleofilik N atau Nnukleofilik C tersebut? serangan seperti apa yang dmaksud? tolong djwb..

    BalasHapus